Membekali Anak dengan Asa

Sebagai seorang anak perempuan dan sekarang sebagai seorang ibu, saya makin menyadari pentingnya peran orang tua dalam membentuk pola pikir mereka sejak dini. Salah satu hal yang menjadi perhatian saya adalah bagaimana membantu Aiza menjadi anak yang resilient–tangguh dan memiliki growth mindset. Karena saat saya tidak bisa mendampinginya di masa sulit Aiza nanti, kedua modal tersebut dapat membantu Aiza untuk bangkit.

Oleh karena itu, saya menyebut proses pembentukan pola pikir ini sebagai pembekalan Aiza dengan asa. Asa yang dapat dijadikan pegangan untuk bisa bangkit di saat sulit. Namun yang lebih penting lagi, ketika masa sulit itu datang, Aiza tidak memandang hal tersebut sebagai akibat dari kelemahannya saja dan banyak menyalahkan diri sendiri. Harapan saya ini rasanya lebih terwakili oleh quotes dari Rachel Simmons berikut ini:

“What we want is for girls to have the capacity to move through a setback without beating themselves up.”

Rachel Simmons from “Enough As She Is”

Dalam buku Sheryl Sandberg disebutkan untuk membentuk anak yang resilient dan memiliki growth mindset bisa dilakukan dengan mengubah cara kita memuji anak. Untuk membentuk sifat resilient, orang tua harus bisa menyampaikan bahwa anak-anak bisa belajar dari kesalahan dan keberhasilan mereka didapat karena usaha dan kerja keras, bukan hanya bakat.

Buku “How to Talk So Little Kids Will Listen” karya Joanna Faber dan Julie King memaparkan dengan detail panduan untuk memuji dan mengapresiasi anak, khususnya anak usia 2-7 tahun agar pujian yang kita sampaikan benar-benar bisa bermanfaat dan membentuk growth mindset. Panduannya adalah sebagai berikut:

  1. Deskripsikan apa yang kita lihat
    Daripada memberikan pujian yang terdengar seperti mengevaluasi, lebih baik deskripsikan apa yang kita lihat, dengan demikian anak merasa diperhatikan dan diapresiasi tanpa dievaluasi.
    Misalnya, daripada mengatakan “Gambarnya bagus sekali” cobalah untuk mengatakan “Kamu gambar taman ya, wah bunganya ada banyak dan berwarna-warni, oh di sini ada kupu-kupu juga.”

    Selain itu, kita juga bisa mencoba bertanya atau memulai percakapan, misalnya, “Kamu gambar apa ini, pesawat luar angkasa?” atau “Baloknya disusun jadi menara ya? Bagaimana tadi cara buatnya?”
  2. Deskripsikan efeknya pada orang lain
    Tentu saja kita ingin anak kita menjadi orang dengan sifat-sifat yang baik, tapi hindari memuji menggunakan kata sifat yang memberi kesan kita menghakimi karakter mereka. Oleh karena itu, daripada berkata “Kamu anak yang baik ya” atau “Kamu kakak yang baik ya” coba katakan “Kamu bantu adikmu mengambil mainan ya, wah si ade jadi sangat senang, terima kasih ya!”
  3. Deskripsikan usaha
    Hal ini sepertinya bukan hal yang baru, dan mungkin salah satu yang paling penting. Pujilah usaha yang telah dilakukan anak karena hal tersebut akan memotivasinya untuk terus berusaha jika dihadapkan pada tantangan yang lebih sulit. Hal ini sudah dibuktikan melalui studi yang dilakukan oleh Carol Dweck, seorang peneliti di Universitas Stanford.
  4. Deskripsikan progress
    Jika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan anak, atau anak tidak puas dengan apa yang dikerjakan, mengdeskripsikan apa yang kita lihat dapat membantu menekankan progress yang telah dicapai oleh anak walaupun hasilnya belum maksimal. Mengkritik atau menunjukkan kesalahan anak boleh dilakukan, namun sebaiknya sebutkan dulu hal-hal yang telah dilakukan dengan baik oleh anak.
  5. Misal, daripada mengomel, “Duh, ini kamar kamu masih berantakan, baju masih berserakan, sprei belum dirapikan,”; sebaiknya berkata “Wah, bukunya sudah rapi, ditata semua di rak buku, mainan juga sudah dimasukkan ke dalam kotak, tinggal baju dan sprei nih yang harus dirapikan.”

    Hal lain yang harus diperhatikan jika anak kecewa dengan hasil kerjanya, kita harus memvalidasi perasaan mereka daripada memberi pujian palsu, “Ah, ini sudah bagus kok, gapapa.” Sebaiknya kita akui perasaan mereka dengan berkata, “Aduh menurut kamu gambarnya belum bagus ya, belum mirip dengan yang ada di bayanganmu” atau “Kamu kesal ya belum lancar naik sepeda roda dua padahal teman-teman sudah bisa.” Selanjutnya, berikan gambaran positif tentang diri anak untuk memotivasinya. Ingatkan saat dia berhasil melakukan sesuatu setelah gagal berkali-kali.
  6. Tahan keinginan untuk memuji dengan membandingkan
    Mungkin kita terkadang tergoda untuk memberi pujian dengan membandingkan anak dengan teman sebaya atau bahkan saudaranya. Hal ini harus dihindari agar anak tidak mudah iri atau merasa terancam dengan keberhasilan orang lain. Pokoknya, harus fokus pada apa yang telah dia lakukan, usaha yang telah dilakukan, progres yang dicapai dan efeknya bagi orang lain.

Ujian Tingkat Tinggi: Manajemen Rasa Bersalah

anonymous woman having dispute with crop person

Ujian paling berat dan ilmu tingkat tinggi yang harus dimiliki orang tua tetapi tidak diajarkan di sekolah manapun, menurut saya adalah manajemen rasa bersalah. Kesulitannya sama tingginya dengan ilmu ikhlas, kalau menurut saya. Saya yakin baik ayah maupun ibu sering diuji dengan perasaan bersalah dalam proses mengasuh dan mendidik anak. Namun saya akan mencoba membagikan perspektif saya sebagai seorang ibu.

Continue reading “Ujian Tingkat Tinggi: Manajemen Rasa Bersalah”

7 Rekomendasi Tontonan di Netflix Dan Disney+ Untuk Anak dan Orang Tua

interested asian children with mother watching movie on tv channel

Berawal dari rencana pemerintah melakukan migrasi TV analog ke TV digital, kami memutuskan untuk membeli smart TV agar bisa menonton siaran TV dan juga program dari layanan streaming berlangganan. Sejak saat itu, saya dan Aiza jadi lebih sering menonton program di Netflix atau Disney+ Hotstar daripada nonton TV. Oleh karena itu, saya mau membagikan program acara anak-anak yang bisa dinikmati bersama-sama.

Saya secara spesifik bilang untuk ditonton bersama anak, karena memang saya pribadi menyukai acara-acara ini, bukan hanya sekedar menemani menonton tetapi memang menikmati. Aiza happy, Ibu pun happy hehehehe.

Continue reading “7 Rekomendasi Tontonan di Netflix Dan Disney+ Untuk Anak dan Orang Tua”

Kisah dan Perlindungan Kasih ASI

Beberapa waktu lalu saya baru mengetahui kalau tanggal 21 Mei merupakan hari yang bersejarah bagi para pejuang ASI di seluruh dunia, yaitu Hari Perlindungan Menyusui Dunia. Empat puluh tahun yang lalu, tanggal 21 Mei, Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu ditetapkan dan diadopsi secara global oleh setidaknya 100 negara. Inti dari kode etik tersebut adalah mengatur pemasaran produk pengganti ASI (atau biasa dikenal susu formula) agar program menyusui dapat dilindungi dan dipromosikan dengan lebih baik karena produk pengganti ASI dipasarkan dengan tepat.

Continue reading “Kisah dan Perlindungan Kasih ASI”

Relasi Anak-Orang Tua : Polemik Anak Durhaka vs Pengasuhan Toksik

Sebenarnya sudah dari lama ingin menuliskan mengenai ini. Sejak menjadi orang tua dan selama 28 tahun menjadi seorang anak yang dibesarkan di budaya timur, saya jadi lebih bisa melihat dari kedua sisi hubungan orang tua-anak. Apalagi setelah berumah tangga, ketika sudah bisa dan harus membuat keputusan sendiri.

Continue reading “Relasi Anak-Orang Tua : Polemik Anak Durhaka vs Pengasuhan Toksik”

Membekali Anak dengan Asa

Sebagai seorang anak perempuan dan sekarang sebagai seorang ibu, saya makin menyadari pentingnya peran orang tua dalam membentuk pola pikir mereka sejak dini. Salah satu hal yang menjadi perhatian saya adalah bagaimana membantu Aiza menjadi anak yang resilient–tangguh dan memiliki growth mindset. Karena saat saya tidak bisa mendampinginya di masa sulit Aiza nanti, kedua modal tersebut dapat membantu Aiza untuk bangkit.

Continue reading “Membekali Anak dengan Asa”

Selayang Pandang Mendidik ala Charlotte Mason (Part 2)

Di tulisan sebelumnya saya membahas mengenai bagian pertama dari buku \”Cinta yang Berpikir\” karya Ellen Kristi yang memaparkan filosofi-filosofi pendidikan Charlotte Mason. Di tulisan kedua ini saya akan membahas bagian kedua dan ketiga dari buku tersebut. Awalnya kedua tulisan ini saya publish menjadi satu blog post tapi karena terlalu panjang dan takut membuat bosan dan bingung yang membaca dan supaya postingan blog jadi banyak, saya pisah menjadi dua bagian. Anyway, selamat membaca!

Continue reading “Selayang Pandang Mendidik ala Charlotte Mason (Part 2)”

Selayang Pandang Mendidik ala Charlotte Mason (Part 1)

Selama ini pendidikan anak usia dini dengan metode Montessori sangat santer terdengar. Sekolah anak usia dini, workshop bagi orang tua, buku-buku, bahkan mainan-mainan anak yang dibuat berdasarkan filosofi Montessori sangat mudah dijumpai. Makanya saya juga jadi penasaran dan kepo dengan metode ini dan berbagai metode pendidikan lain. Eeh tapi belum juga belajar soal Montessori, waktu berkunjung ke Rimba Baca, saya malah menemukan buku tentang metode Charlotte Mason (CM). Wah, apa lagi tuh?

Continue reading “Selayang Pandang Mendidik ala Charlotte Mason (Part 1)”