A few weeks with many negative thoughts passing by. I met two different psychologists within the same week. Suppressed cries and daily short of breath that can last from dawn until evening. That’s what happened to me recently which I know, it all started from my mind.
Setelah dewasa dan berkeluarga saya baru tahu bahwa hari raya tidak sesederhana yang saya kira. Mengatur jadwal kumpul keluarga, mengalokasikan tunjangan hari raya, membeli dan mengirimkan bingkisan ke sahabat dan sanak saudara, belum lagi kue juga hidangan yang akan disajikan untuk semua.
Saya ini termasuk orang yang malas dan jarang minum, tetapi sering mengeluh kulitnya kering dan kusam hehehehe. Itu terjadi di luar bulan Ramadan. Apalagi ketika bulan Ramadan, baru makan sedikit saja perut rasanya sudah begah, apalagi kalau harus minum banyak di satu waktu sekaligus. Hufh.
Menyambung tulisan sebelumnya mengenai ujaran-ujaran negatif yang bergema dalam kepala, dalam tulisan kali ini saya mau membagikan buah rasa penasaran saya terhadap inner voice kita. Tentang darimana dan kapan inner voice ini terbentuk serta adakah cara untuk menjinakkan mereka.
Beberapa minggu lalu Pak Ustadz kurang lebih berkata, kalau dasarnya setengah hidup itu sabar setengahnya lagi bersyukur. Aku yang terpapar dengan buku cara mendapatkan kebahagiaan, bagaimana memiliki tujuan hidup dan berbagai aspek dasar kehidupan lainnya cuma bisa termenung.
Phew… Sudah tiga bulan blog ini tidak diisi. Tetapi sekarang blog ini hadir dengan wajah dan nama baru walaupun konten masih kurang lebih sama ehe. Yes, yes, sekarang blog itacerita sudah punya domain yang tidak ada embel-embel wordpress-nya alias sudah pakai Top Level Domain (TLD). Gaya kan?
Strong why. Mungkin ini adalah kata-kata yang tidak asing, terutama bagi anggota Ibu Profesional. Sejak masa matrikulasi hingga dalam beberapa sesi berbagi maupun kuliah WhatsApp sangat sering disinggung mengenai \’strong why\’. Sebelum memulai sesuatu, menemukan \’strong why\’ harus menjadi titik awal perjalanan tersebut.
Dewangga. Warna merah kekuning-kuningan, mungkin seperti warna jingga tua? Saya tidak menyangka bahasa Indonesia memiliki kosakata spesifik untuk warna. Saat mengetahui definisi dari dewangga, pikiran pertama yang terbersit adalah jajanan anak SD yang berwarna terang. Makanan yang kabarnya pakai pewarna tekstil rhodamin B 🤣. Pokoknya, makanan yang bisa bikin mamah marah kalau saya ketahuan beli.
Saya baru pertama kali mendengar senandika. Terdengar sangat indah dan cocok dijadikan nama, begitu pikir saya. Saat membaca definisinya, saya semakin terkejut, ooohh adegan di sinetron saat si tokoh berbicara sendiri itu disebut senandika. Sinetron Indonesia kan memang sudah tersohor dengan senandika yang hiperbolis. Kamera menyorot si tokoh dengan sangat dekat disertai suara latar belakang yang dramatis.
Namun saya sendiri juga rasanya sangat sering bersenandika. Otak saya sering sibuk berbicara sampai saya pesimis bisa bermeditasi karena ketika itu dalam pemahaman saya, saat bermeditasi harus fokus dan mengosongkan pikiran. Duh, mana bisa. Ternyata ada loh orang-orang yang tidak bersenandika atau tidak memiliki inner voice atau internal monologue.
Bangun pagi adalah hal yang paling berat buat saya. Dulu kalau libur sekolah, saya sering sekali shalat subuh menjelang matahari terbit, setelah itu masih lanjut tidur. Ketika kuliah pun demikian, kalau kelasnya siang ya saya bangun siang. Kalau kelas pagi, saya tergopoh berlari masuk kelas agar tidak terlambat. Aktivitas di rumah pun memang cenderung dimulai lebih siang kalau bukan hari sekolah. Kalau diibaratkan mesin, saya tuh lama panasnya.