Setelah hampir 4 tahun jadi ibu rumah tangga baru kepikiran untuk menulis ini karena waktu bertemu seorang teman sempat ditanya bosen enggak sih jadi Ibu rumah tangga. Bagaimana sih kesehariannya kalau jadi ibu rumah tangga? Beliau bertanya seperti itu karena ada wacana resign agar bisa ikut ke tempat suami bekerja.
Sebelumnya tidak pernah terpikir untuk menulis ini karena saya pikir…..apa yang istimewa dari kehidupan ibu rumah tangga? Hehe. Here I go undermining myself. Maksudnya yaa pasti semua orang sudah tahu dari pengamatan. Rupanya tidak juga. Oleh karena itu saya akan menuliskan kehidupan ibu rumah tangga versi saya.
Tulisan ini bisa jadi beresonansi dengan kalian, tetapi sangat mungkin juga berbeda.
Meskipun begitu semoga tetap ada manfaat dan hikmah yang bisa diambil yaa.
Kalau ada klasifikasi dan pengkategorian ibu-ibu rumah tangga, sepertinya saya termasuk ibu-ibu mager yang enggak suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga terutama masak. Saya tidak seperti stereotype ibu-ibu yang kalau pagi belanja bahan makanan, masak sarapan lalu beberes rumah, menyuapi dan memandikan anak, bermain lalu lanjut menyiapkan makan siang, dst.
Sejak awal punya anak, saya hanya mengerjakan pekerjaan rumah yang memang perlu dikerjakan oleh saya sendiri karena suami juga sudah setuju untuk saya fokus mengurus dan membersamai Aiza. Sehingga saya banyak mendelegasikan tugas rumah tangga yang lain.
Misalnya, baju sebagian besar saya laundry kecuali baju-baju kesayangan atau baju yang perlu perlakuan khusus. Soal makanan, saya lebih sering beli lauk ke warung, jadi di rumah hanya masak nasi saja. Saat masih tinggal bertiga, cuci piring, menyikat kamar mandi, menyapu dan mengepel dilakukan bergantian dengan suami itu pun dilakukan tidak terlalu sering (kecuali cuci piring).
Energi dan willpower saya banyak dicurahkan untuk main bersama dan mengurus Aiza juga mengikuti kegiatan komunitas. Kami memilih cara seperti ini juga karena saya sempat mengalami baby blues yang berkepanjangan dan mengalami masa sulit beradaptasi sebagai ibu rumah tangga. Alhamdulillah suami selalu mendukung dan tidak menuntut banyak ini-itu.
Jadi yaa rutinitas utama saya mengurus Aiza dari mulai makan, mandi, bermain. Membeli makanan, membereskan rumah dan kamar seperlunya, membereskan cucian dari laundry atau mencuci baju seminggu sekali, lalu sesekali terlibat di kegiatan komunitas, latihan menulis dan menulis untuk blog ini.
Kegiatan self care saya meliputi baca buku, yoga, pakai skincare di malam hari, bermain game, membaca webtoon, atau menonton. Ini yang biasa saya lakukan saat ini yaa. Beberapa ada yang lebih leluasa dilakukan ketika Aiza sudah besar dan bisa dititipkan, seperti berolahraga, karena dulu Aiza hampir tidak pernah terpisah dari saya sama sekali, bagaikan satu tubuh hehe.
Sesungguhnya jadi ibu rumah tangga itu enggak akan bosan kalau memang hobinya membersihkan dan menata rumah, mengurus keperluan rumah (seperi Marie Kondo?) karena pekerjaan akan selalu ada hehe. Malah akan lebih susah liburnya, cuti pun yaa tidak ada. Tidak seperti kerja di kantor.
Sebagai ibu rumah tangga juga tidak ada KPI-nya, kecuali sering mengadakan survei tingkat kepuasan terhadap suami dan anak hehehe. So, it is easy to overlook these activities as something of great importance and significance. Huhu. Sulit untuk menghargai apa yang kita sendiri lakukan sebagai kontribusi yang besar.
Kalau suami bilang sih, it’s like breathing air, saking sudah terbiasa jadi tidak dianggap spesial, padahal kalau enggak ada udara ya megap-megap.
Tantangannya, yang bikin bosan atau jenuh itu ya rutinitas yang itu-itu saja dan berulang setiap hari. Mundane. Sedikit variasi kalau enggak ada aktivitas lain yang diikuti.
Krisis yang paling saya rasakan adalah krisis identitas, setiap hari melayani anak dan suami, sedikit waktu untuk diri sendiri dan melakukan hal yang disukai, bisa membuat kita kehilangan jati diri. Lupa pada mimpi, lupa pada apa yang kita sukai.
Prestasi dan keberhargaan diri jadi disematkan pada pencapaian anak atau hal-hal lain yang mungkin bukan diri kita. Saya juga masih dalam proses menemukan kembali diri saya. Butuh waktu yang lama sepertinya. Oleh karena itu ada baiknya meskipun kegiatan dan tugas utama adalah melayani suami dan anak, kita juga memiliki kehidupan dan pencapaian pribadi.
Saya melakukan ini dengan bergabung dalam komunitas, mempelajari atau mengasah skill baru. Dengan begitu saya terus belajar, punya target pribadi dan punya lingkaran pertemanan baru juga.
Saya merasa menjadi ibu rumah tangga itu, sangat mudah terperosok dalam lingkaran tidak produktif – hilang kepercayaan dan keberhargaan diri – semakin tidak produktif. Maksudnya bukan yang harus produktif atau gimana yaa, bisa mengerjakan pekerjaan rumah dan bermain sama anak tetapi masih waras dan tidak marah-marah saja sudah sebuah prestasi.
Maksud saya, produktif (lagi-lagi) versi saya adalah melakukan sesuatu yang membuat diri kita penuh, fulfilled dan bangga sebagai diri sendiri. Ini versi saya loh ya yang memang tidak dengan sukarela jadi ibu rumah tangga dan suka pekerjaan rumah.
Tantangan lainnya lagi yang kerap saya rasakan adalah sering bingung main sama anak, karena ternyata emang main sama anak tuh tidak comes naturally kalau kata Teh Anisa Steviani, dia pun ngerasain pas pandemi bingung mau ngapain sama anak.
Untuk mengatasi ini saya beberapa kali beli modul dan kit kegiatan anak usia dini. Alhamdulillah sih jadi punya kegiatan yang terstruktur dan membantu banget buat kita “ngajarin” anak karena memang lebih nempel kalau sambil main gitu. Sampai sekarang berbekas hasil main-main bareng itu. Cuma tantangannya karena ini bukan kelas formal jadinya semangatnya hilang timbul hehe.
Pak Kepala Sekolah alias suami juga enggak yang menuntut macem-macem banget jadinya malasnya suka berkepanjangan. Kalau suami udah nanya, “Ibu enggak daftar Rumah Lebah lagi?” baru deh Ibu gercep daftar. Padahal dulu sempat takut-takut mau minta daftar beginian karena harganya cukup lumayan. Tetapi karena sangat terbantu jadinya malah kurang berminat daftarin Aiza ke PAUD haha.
Baru-baru ini saya membaca buku karya Kak Puty Puar yang berjudul Empowered ME (Mother Empowers) dan saya menemukan insight yang sangat menarik terkait dengan tulisan ini. Beliau mengatakan kalau sudah jadi ibu, pasti punya banyak peran. Peran multidimensi yang kompleks. Supaya tetap merasa berdaya dan percaya diri, harus bisa lebih dalam memaknai sesuatu yang intangible atau tidak terukur, atau sesuatu yang hasilnya tidak langsung kelihatan.
Misalnya, memasak tiap hari, kelihatannya sebuah rutinitas, padahal ini juga hal yang produktif karena berhasil memenuhi kebutuhan nutrisi keluarga dengan makanan bersih dan sehat. Atau ketika mencurahkan perhatian dan kasih sayang pada anak, kelihatannya seperti kewajiban padahal ini hal yang produktif juga karena memastikan anak tumbuh menjadi anak yang sehat fisik dan mental.
Hal-hal seperti ini, seperti yang saya bilang tadi sering terlupakan. Saya pun masih sulit menerapkan ini. Oleh karena itu saya mencari kegiatan di luar untuk mencari target pribadi yang lebih tangible.
Intinya sih, tetap jangan lupa kebahagiaan diri sendiri, dan pencapaian diri sendiri. Baik hal yang tangible maupun intangible. Enggak perlu ikut cara saya, atau ikut cara orang lain, kalau sekiranya tidak cocok. Look for what’s best for you. Chances are it’s going to be hard, but keep looking, okay? Karena rumah dan keluarga yang bahagia dimulai dari ibu dan ayah yang bahagia.
Demikianlah sedikit cerita tentang kehidupan dan tantangan yang kerap menjadi momok buat saya sebagai ibu rumah tangga. Sebenarnya masih banyak lagi, dinamika dan dramanya juga berbeda-beda tergantung usia anak juga atau usia pernikahan hehe. Semoga bisa sedikit memberi gambaran. Semoga jadinya bukan menakuti-nakuti tetapi berbagi hikmah dan pelajaran. Aamiin.
Kalau menurut teman-teman gimana, apa kesulitan terbesar kalian sebagai ibu rumah tangga maupun ibu bekerja?
Tepuk tangan untuk Mamahnya Aiza, Mah Laksita, yang mampu menjalani hari-harinya sebagai IRT dengan balance dan bahagia; meskipun harus melalui proses mengalami baby blues.
Memang, dukungan seorang suami sangatlah signifikan, alhamdulillah suami Laksita men-support apapun metode yang Laksita jalankan, fokus untuk membersamai putri tercinta.
Suami saya juga begitu, Laksita, dulu pas bocah masih bayi dan toddler, saya hanya diminta fokus ke anak saja, semua house chores tidak apa-apa dikesampingkan.
***
Semangat selalu Mah Laksita, semoga selalu diberikan kelancaran olehNya 🙂
Huaaa makasih Mamah Uril. Prosesnya panjang untuk bisa kaya sekarang, alhamdulillah sudah sampai sini, and lot more to work on.
Iya Teh betul, alhamdulillah, punya suami “feminis” hehe dan mau hands-on ngasuh anak.
Makasih Teh, semoga Teteh juga selalu diberikan kelancaran. Aamiin
big hug teh Laksita …
menikmati proses tumbuh kembang Aiza pastilah sangan membahagiakan.
percaya deh! kalau anak kita udah gede pasti kangen pake banget pada masa saat mereka masih krucil he3 …
salam hangat
Big hug juga buat Teh Dewi, hatur nuhun huhu. Alhamdulillah Teh, dalam prosesnya enggak selalu bahagia tetapi pas sudah terlihat hasilnya jadi bahagia dan haru juga. Aduh belum gede aja ini kadang suka kangen Teh. Kangen gendong-gendong, kangen menyusui juga hahaha
Kewarasan IRT memang penting utk keluarga. Alhamdulillah teh suami mengerti dan ada banyak source yang bisa bantu kita ya.
Proyek me-time ibu juga utk keluarga. Idem kalau sudah kebanyakan urus domestik dan keluarga bisa krisis diri. Jadi tak apa mengerjakan hobby seperti blogging dan nonton entertainment
Btw lately aku suka banyak dikasih iklan rumah lebah nih, kirain workshop/webinar aja. Ada modulnya juga ya?
Wah, insight yang bagus, Teh. Proyek me-time ibu 0dan Ayah) sesungguhnya untuk keluarga juga.
Ada Teh, malah aku tahunya modulnya dulu. Kalau beli modulnya nanti b=ada workshop dan webinarnya juga gratis. Bagus sih ini Teh, lengkap banget dan visualnya juga bagus hehe. Buat ibu-ibu mager DIY kaya aku ini penyelamat banget sih.
Nice written Teteh, aku cuma pernah ngalamin jadi full IRT waktu cuti melahirkan 3 bulan. Itu aku udah bosan banget, kaya kurang kerjaan hehe. Akhirnya dulu sempet buka online shop segala.
Good point, jangan lupa aktualisasi diri, me time juga pastinya
Hatur nuhun, Teh May! Wah keren, Teteh sampe buka online shop.
Hehe iya bener Teh, harus bisa prioritaskan me time dan aktualisasi diri.
Mba Laksitaaa.. Jd pingin peluuuk.. Sebagian isi hatiku terwakilkan di sini..wkwk..
Semoga kita selalu kuat dan sehat lahir batin dalam menjalani peran yg kompleks ini..*hug*
Peluuuuuuk!! Aamiin aamiin aamiin semoga sehat lahir batin dan bahagia.
I can relate kalo kata orang-orang sekarang mah, hahaha
aku pun sempat krisis PD saat jadi ibu rumah tangga. Rasanya kok cuma ibu rumah tangga gitu, enggak produktif. Padahal yaa bisa panjang loh kegiatan sehari-hari sampai cuci baju pun enggak bisa setiap hari.
Trus gimana supaya bisa menghargai diri sendiri sebagai IRT yang to-do list nya panjang? Aku sempat buat ceklis kerjaan domestik harian, mingguan, bulanan trus pajang di pintu. setiap selesai menyapu, cek. Mencuci piring, cek. Bersihin kipas angin, cek. Itu membuatku happy karena melihat wow ternyata seharian udah banyak yang ku lakukan.
Huhuhu iya juga yaa Mbak, sebenernya yang kita kerjain tuh banyak banget kalau dibuat daftarnya.Wah bisa dicoba banget nih tipsnya Mbak Helen. Kaadang memang aku sendiri yang meremehkan apa yang aku sudah kerjakan :’)
Menjadi ibu yang tetap waras dan bahagia memang poin yang paling penting dalam pengasuhan dan rumah tangga.
Pasti sangat bersyukur punya suami yg mengerti dan membantu.
Enjoy your role and don’t let people ruin it, Mbaak… ❤
Huaaa, makasih Mbak Tia. Iya alhamdulillah punya support system yang baik. Ini aja aku masih suka oleng hehehe, memang jadi bahagia dan penuh itu perlu usaha terus-menerus ya kan..
Aah, kita sefrekuensi Mbak.. Ak pun sempat krisis percaya diri setelah memutuskan alih profesi jadi Ibu Rumah Tangga. Situasinya benar-benar beda dengan ketika ngantor, di mana selalu ada target-target yang terukur. Alhasil ak sempat berburu dan mencoba aneka macam aktivitas sampingan di rumah, dari jualan online, gabung di komunitas, dll. Dan ternyata supaya lancar, semua tetap harus dimulai dengan mengubah cara pandang dan menata hati sendiri dulu hehe.
Ahhh Mbak Ikaaa, ngena banget nih komennya; mengubah cara pandang dan menata hati diri sendiri dulu. Ini paling bener sih walaupun prosesnya bisa sangat lama dan sulit, tetapi memang harus mulai dari sini dulu.
Aku relate buanget buanget buanget iniiih!!!
Kalo kata paksuami, selain urusan domestik ibu2 jg harus punya “mainan” supaya bisa ngerasa happy dan berdaya, kalo ga ada mainan jadi sensi dan gampang bgt kesentil kalo ada salah2 dikit soal anak or gak sesuai ekspektasi huhuhu…
Huehehehehe. Kalau dulunya aktif jumpalitan sana-sini terus suruh di rumah tuh emang rawan ya mengalami ini. Iyaah setuju banget. Yang jadi korban malah anak soalnya moodnya jadi senggol bachok.
MasyaAllah terima kasih sharing Teh Laksika. Saya nih, lagi dalam masa bingung mau main apa sama anak, mungkin saya akan coba baca-baca lagi buat cari referensi dan bisa keluar dari kebingungan ini… Semangat!
Semangaaattt!!! BUkan Mbak Efi aja kok, memang wajar kalau bingung main apa sama anak, enggak perlu merasa bersalah. Peluk jauuuh!
Kesulitan terbesar jelas membagi waktu ya mb, kadang pingin dikerjain semua sendiri tapi untuk menjaga kewarasan emang paling bener dengan mendelegasikan ke orang lain. Supporting system itu maha penting ya mbak, kalau udah punya supporting system yang oke, ibarat kata hambatan pasti bisa diterjang. Tetep semangat and be happy ya mbaa
Iya betul Mbak, rasanya waktu kaya kurang gitu ya, padahal mungkin memang belum efektif saja dalam membagi waktu. Benar sekali Mbakku, alhamdulillah kalau punya privilese support system yang mumpuni. Terimakasih tetap happy dan semangat juga Mbak Sulfi~