Terdengar sangat dreamy ya judulnya. But on serious notes, tiga hal yang akan saya jelaskan ini adalah 3 hal yang saya syukuri dan membuat saya sangat berterimakasih pada diri saya di masa lalu.
Tentu saja ada banyak keputusan lain yang mengubah hidup saya. Seperti keputusan menikah, keputusan mengejar beasiswa dan kesempatan studi di luar negeri, serta keputusan memiliki anak yang walaupun tanpa direncanakan.
Namun, percaya atau tidak, saya merasa ketiga hal di atas bukan dari hasil pemikiran yang dalam dan matang hahaha. At that time, those three felt natural to me. Memang sudah sewajarnya. Saya dan suami sudah berpacaran selama 4,5 tahun dan memang berniat untuk serius, so it felt natural to eventually get married.
Saya sejak dulu memang punya impian pergi ke tanah Eropa, terutama Inggris. Jadi wajar saya berusaha untuk pergi ke sana lewat jalur studi karena tidak mungkin dari kantong pribadi. Apalagi teman-teman dan kakak senior saya banyak yang melanjutkan studi ke luar negeri. Privilese tersebut membuat saya tidak pernah merasa bahwa itu hal yang mustahil.
Saya dan suami sudah resmi menikah, dan walau tanpa direncanakan, saya hamil, it’s only natural and it is our responsibility to keep and raise the baby.
Maka dari itu, meskipun 3 hal tersebut benar-benar mengubah hidup saya, tiga hal tersebut tidak masuk dalam kategori ini.
Jadi, tiga hal yang secara sadar dan dengan tidak mudah saya lakukan dan usahakan adalah:
- Mengikuti kelas yoga
- Puasa minum minuman manis selama 14 hari
- Berlatih menulis.
Kelas Yoga: Gerbang Eksplorasi Olahraga
Sebelum mencoba yoga, saya sudah mencoba berbagai olahraga lain. Aerobik, Zumba, bahkan saya sudah pernah mendaftar keanggotaan pusat kebugaran. Mulai dari lari-lari di treadmill, angkat beban, ikut kelas. Semuanya tidak membuat saya tertarik untuk berolahraga. Ita yang mager tetap mager.
Sampai suatu ketika, saya mencoba yoga. Awalnya saya hanya ikut-ikutan teman (terima kasih Mbak Rey, racun kebaikanku), dan mendaftar kelas yoga daring. Kelasnya Teh Wanti Madya di @ruangyogafrym. Beliau mengajar di Bandung, sementara muridnya dari berbagai penjuru. Sampai saat ini pun beliau masih mengajar daring maupun luring. Khusus untuk murid wanita saja. Do pay her Instagram profile a visit.
Singkat cerita, saya malah ketagihan yoga. Latihan seminggu 3x selama 2 jam pun tidak masalah. Laksita yang mager jadi semangat ikut kelas olahraga karena yoga. Ada banyak alasan yang membuat saya jatuh cinta pada yoga.
Di balik semua alasan itu, on a deeper level, melalui yoga saya merasa saya juga mengasah growth mindset dan mulai memperbaiki hubungan dengan tubuh saya.
Saya lebih percaya diri karena mengenal potensi tubuh saya, tetapi juga lebih legowo menerima kekurangan. Kekurangan yang bisa diatasi dengan banyak latihan. Saya belajar bahwa saya bisa bertumbuh dan berkembang. Saya belajar bahwa progres pun tidak selalu linear.
Ada saatnya saya bisa melakukan suatu pose dengan mudah, tetapi di kali lain pose yang sama bisa terasa sangat sulit. Saya dipaksa untuk tidak terpaku pada pose sebagai tujuan akhir. Tujuan dari latihan yoga adalah latihan itu sendiri. Latihan menyatukan fisik dan pikiran melalui napas.
Setiap latihan juga saya dipaksa untuk mengobservasi diri sendiri. Menantang kemampuan koordinasi saya dan kekuatan mental, apakah saya terhambat karena takut atau karena tubuh saya meronta untuk tidak dipaksa.
Dari observasi di setiap latihan, saya bisa menemukan kekurangan yang harus saya latih. Oleh karena itu, saya juga jadi tertarik melakukan olahraga yang lain untuk menunjang yoga, misalnya latihan angkat beban dan juga latihan fleksibilitas. Saya juga sedikit demi sedikit mulai tertarik untuk mencoba olahraga kardio, walaupun masih harus mengumpulkan niat dari lubuk hati terdalam hahaha.
Intinya, setelah menyelami yoga, mencoba olahraga lain bukan hal yang sulit dan butuh entalpi yang besar. Ita yang mager sudah berubah menjadi Ita semangat yoga. Hehehe.
Berhenti Minum Gula: Gerbang Menuju Makan Sehat
Dahulu kala, di tahun 2019, saya baru pindah ke kontrakan di Jakarta Selatan. Di sana hidup mudah, tempat makan dan jajan kebetulan sangat dekat dengan rumah. Mau jajan es kelapa tinggal jalan kaki, mau jajan boba dan minuman jelly-jelly tidak perlu bersusah hati. Bahkan saya bisa pergi sendiri sambil menggendong Aiza tanpa perlu diantar suami.
Alhasil, minuman manis ini hampir menjadi konsumsi sehari-hari. Reward buat hari yang melelahkan. Olahraga? Hampir tidak pernah, selain mengerjakan tugas domestik dan menggendong-gendong Aiza. Sejujurnya Aiza juga cukup berat sih, mungkin itu sebabnya berat saya tidak naik drastis dan saya tidak merasa khawatir sering minum minuman manis.
Sampai akhirnya suami mengajak saya untuk melakukan suatu tindakan ekstrim. Puasa minum manis selama 14 hari, no cheating! Awalnya terdengar horor buat saya, tetapi karena ini komitmen bersama saya pun jadi semangat.
Setelah dijalani ternyata….. Memang horor. Huhuhu berat banget, Bund, sugar withdrawal is real guys. Kaya orang sakau, kepikiran minum manis terus. Selama 14 hari ini kami menyiasati dengan menyediakan air putih dingin di kulkas dan selalu membawa air minum dari rumah, atau memesan teh tawar ketika makan di restoran.
Alhamdulillah setelah lulus 14 hari, saya bisa tahan godaan berhadapan dengan minuman manis, juga makanan manis lainnya. Lidah juga jadi lebih sensitif terhadap gula. Puasa ini juga melahirkan kebiasaan baik lainnya, yaitu membawa air minum dari rumah. Hemat, bebas sampah plastik, dan terhindar dari kalori berlebih. Big win!
Setelah mengurangi makanan manis juga rasanya lebih mudah untuk memilih makanan yang lebih sehat dan mengurangi porsi nasi! Sebelum puasa gula ini kami berdua makan dalam porsi yang lebih besar plus doyan jajan.
Langkah kecil mengurangi gula ini, membawa kami ke perubahan-perubahan yang lebih besar dan berkelanjutan daripada diet ekstrim. Alhamdulillah.
Belajar Menulis: Gerbang Aktualisasi Diri
Apakah saya hobi menulis? Tidak. Apakah saya terbiasa menulis di buku diari? Tidak juga. Apakah saya suka mengarang cerita fiksi? Sama sekali tidak. Saya mulai belajar menulis karena saya merasa ini keahlian yang harus dimiliki, apapun jenis pekerjaannya.
Pengalaman menulis saya sebatas menulis di blog untuk tugas sekolah, atau membuat laporan praktikum, skripsi, dan tesis. Oleh karena itu saya memaksakan diri ikut komunitas menulis meskipun tidak hobi menulis atau merasa “bisa” menulis. Modal nekat untuk mencari ilmu, motivasi, dan teman.
Keputusan ini benar-benar life-changing karena saya merasakan manfaat skill ini saat bekerja dan juga aktualisasi diri. Saya jadi bikin blog yang cukup serius, ikut latihan dan tantangan menulis di komunitas, dan menghasilkan uang dari hasil tulisan saya, bahkan ikutan bikin buku antologi bareng teman komunitas.
Proses belajar menulis juga membangkitkan hobi lama saya, yaitu membaca buku, dan membuka gerbang untuk saya menjelajah skill lain seperti membuat konten dengan Canva, belajar memanfaatkan AI, juga belajar tentang SEO. Karena belajar menulis, saya merasa lebih berdaya dan punya identitas baru selain ibunya Aiza atau istrinya Alam.
Demikianlah 3 hal yang membuat saya berterima kasih pada diri sendiri di masa lalu, walaupun hingga saat ini saya masih harus banyak belajar dan konsisten mengasah 3 hal ini. Namun saya bersyukur saya sudah memulai.
Meskipun saya menulis saya memulai ini sebelum berusia 30, saya mulai ini ketika sudah berusia lebih dari 25 tahun. What I really want to emphasize is you can start at any point in your life, really, tidak ada kata terlambat untuk memulai hal yang baik. Saya menulis judulnya seperti itu just to state the fact and also to make the title catchy hahaha.
So, what is your version of 3 before 30 that changed your life?
One thought on “My 3 Life-Changing Decisions Before I Turned 30”