Tema: Daksa
“Aku benci tubuh ini! Mengapa ia tak mau bergerak sesuai keinginanku?”
“Aku ingin bisa bermain dan berlari bersama teman-temanku, tapi entah mengapa rasanya sulit sekali.”
Sepuluh tahun yang lalu, pikiran-pikiran tersebut menyambangi benak Nia setiap hari.
Jika usaha Nia mengunjungi berbagai dokter selama ini tak ada hasilnya, apa jangan-jangan gadis itu kena santet?
“Memangnya masih zaman kena santet?” pikir Nia sambil melirik ponselnya yang menampilkan tanggal 1 Oktober 2203.
Untuk meyakinkan dirinya kembali, Nia pun mendatangi laboratorium milik temannya di tengah kota.
Nia ingat, temannya itu mengaku punya teknologi canggih yang bisa mendeteksi gangguan apa pun.
Nia terkesiap ketika layar kapsul bepergiannya menampakkan lahan kosong di tempat laboratorium seharusnya berada.
Nia berteriak, memanggil-manggil siapapun, “Hei… Ada orangkah di sini?”.
Senja mulai tiba ketika akhirnya Nia dapat melihat pantulan dirinya di layar kapsul, yg menatap balik dirinya dari pantulan itu bukanlah sosok yg ia kenal selama ini dan itu bukan kapsul berpergian seperti yg selama ini ia kira.
“Loh, siapa ini?” gumam Nia yang terheran melihat wajah cantiknya lengkap dengan kaki dan tangan yang bebas digerakkan ke mana pun.
Rasanya bagai mimpi memiliki tubuh impian bagi sekeping AI (artificial intelligence), ya aku adalah Nia dalam memori, Nia yang dulu penyandang tuna daksa yang kini memiliki tubuh impian yang dapat digerakkan dengan bebas.
#ceritaberantai
#RBMIPJakarta
Credit:
Cerita ini ditulis secara berantai dalam rangka kegiatan Rumah Belajar Menulis Ibu Profesional Jakarta.
Penulis:
Nurindah – Siti Halikah – Laksita – Reytia – Helena – Vidi – Dewi – Ismiyah – Ailyxandria – Leila – Nurul – Febri – Miftaniyah – Noviana – Yulia