Tidak pernah terbayang sebelumnya akan merasakan hidup di tengah pandemi. Pandemi akibat virus kecil yang membuat orang berkuasa sekalipun terkapar tak berdaya. Pandemi yang membuat negara adidaya morat-marit.
Sejak awal pandemi di Indonesia pada bulan Maret lalu, saya banyak sekali mengeluh dan misuh-misuh. Ah, kalau dibuat daftar pasti tidak akan ada habisnya. Banyak sekali kebijakan pemerintah yang membuat saya kecewa, belum lagi tindakan serampangan dan berita hoax yang marak menyebar di masyarakat. Hanya membuat gerah, stres dan sedih. Apalagi jika mengingat sanak saudara yang terdampak langsung oleh pandemi.
Padahal, sebenarnya saya tidak terdampak secara langsung, walaupun tetap merasakan efeknya di cashflow keluarga. Namun, tidak ada apa-apanya dibanding banyak orang lain yang kehilangan pekerjaan dan terkuras tabungannya. Tetap saja pandemi ini memengaruhi kesehatan mental kami sekeluarga.
Namun tentu saja banyak juga yang bisa dipelajari selama pandemi ini. Banyak berita baik dan aksi sosial yang juga membuat hati terenyuh. Kita semua dipaksa belajar di akademi pandemi. Namun berbagai hal baik yang terjadi selama pandemi membuktikan masih ada harapan, this too shall pass.
Di antara banyak hal yang saya syukuri dari pandemi ini adalah, banyak orang baik yang bersedia membagikan ilmu secara daring, baik gratis maupun berbayar. Ilmu jadi begitu mudah didapat. Bahkan kegiatan lomba, konferensi yang membutuhkan waktu berhari-hari dan membutuhkan banyak biaya pun jadi bisa dilakukan secara daring.
Hal ini merupakan angin segar bagi saya yang masih sulit pergi kemana-mana karena masih punya balita. Tak pernah terpikirkan sebelumnya bisa mengikuti lomba internasional dari rumah. Saya juga berkesempatan bekerja dari rumah dengan leluasa tanpa perlu tatap muka. Saya juga bisa menyaksikan sidang doktoral sahabat saya di Osaka. Bahkan pengajian rutin dengan teman-teman ngaji selama saya studi di Inggris pun bisa diwujudkan kembali saat pandemi ini. Pokoknya, akses untuk mencari ilmu dan mengaktualisasikan diri bagi para ibu rumah tangga semakin lebar, selama ada kemauan dan koneksi internet tentunya.
Tatap muka semakin sulit dilakukan, pertemuan virtual pun marak diwujudkan. Silaturahmi makin erat terjalin karena rindu yang semakin menjadi. Pekerjaan juga bisa jadi lebih efisien, karena hal yang bisa disampaikan melalui email atau telepon, tidak perlu dibahas di rapat yang bertele-tele. Orang-orang juga menyadari ternyata banyak hal yang bisa dikerjakan dari rumah, tidak perlu bermacet-macet ke kantor.
Dari segi pendidikan formal tentu banyak mengalami tantangan. Ibu-ibu harus memutar otak bagaimana membimbing anak sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah. Namun sisi terangnya, banyak orang tua jadi terlibat langsung dalam pendidikan anak dan akhirnya malah memilih homeschooling; menyusun kurikulum dan kegiatan pembelajaran sendiri dengan standar yang ditentukan sendiri sesuai minat dan bakat anak.
Banyak ibu-ibu yang juga \’terpaksa\’ makin mengasah kemampuan masak, karena suami dan anak-anak seharian di rumah jadi lebih sering minta dibuatkan berbagai variasi masakan serta camilan. Ada juga yang mengasah kemampuan lainnya karena memang sudah tuntutan agar dapur tetap mengepul. 😥
Kita semua bersama-sama belajar di akademi pandemi. Banyak yang tumbang tapi ada lebih banyak lagi yang bisa bertahan. Bertahan agar fisik, kreasi dan hati nurani tidak mati. Semoga semua selamat dan menjadi lebih kuat ketika semua ini sudah terlewati. Jangan lupa untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. We\’re all in this together. This too shall pass. InsyaAllah.
#Writober2020 #RBMIPJakarta #Pagebluk
Image Credit: Photo by K. Mitch Hodge on Unsplash